

Seluruh jaringan koalisi VCA Indonesia menggaungkan aksi bersama untuk melibatkan masyarakat secara penuh dan bermakna dalam merespons krisis iklim. Sebagai bagian koalisi, Koaksi Indonesia, berpartisipasi penuh dalam pekan festival iklim ini.

Koaksi Indonesia Menggaungkan Green Jobs di Tingkat ASEAN
Salah satu inovasi untuk meningkatkan awareness green jobs Indonesia ke kancah internasional, Koaksi Indonesia berkolaborasi dengan Jobs That Make Sense untuk bersama menggaungkan keberlanjutan negara ke arah yang lebih hijau.

COP29: Ketidakpuasan Negara Berkembang terhadap Kesepakatan Target Pendanaan Iklim Baru
Pendanaan iklim menjadi isu utama di COP29. Koaksi Indonesia mengikuti jalannya pembahasan isu itu dan membagikan pengalamannya mengenai praktik baik komunitas lokal di Indonesia menghadapi krisis iklim.

Saksi Perubahan Iklim: Cerita dan Perjuangan Aktor Lokal dalam Film “Climate Witness”
Masyarakat merupakan aktor pertama yang paling terdampak perubahan iklim. Inilah yang membuat mereka harus bertindak demi keberlanjutan kehidupan.
![Foto bersama narasumber dan moderator/Koaksi Indonesia Para seniman dan CSO telah membuktikan bahwa seni merupakan media yang tepat untuk menyuarakan aksi iklim. Agar gaungnya makin bergema, diperlukan kolaborasi. KOAKSI INDONESIA—Forum Masyarakat Sipil (Civil Society Organization [CSO] Forum) rutin diselenggarakan Koaksi Indonesia untuk mendiskusikan berbagai isu terkini terkait lingkungan dan aksi untuk perubahan iklim. Forum ini juga menjadi manifestasi kolaborasi dengan berbagai organisasi masyarakat sipil (OMS/CSO). CSO Forum 19 September 2024 yang bertema Menyuarakan Aksi Iklim Melalui Seni Kreatif ini dilaksanakan secara daring oleh Koaksi Indonesia sebagai bagian dari Koalisi Sipil, salah satu koalisi di Voices for Just Climate Action (VCA). VCA merupakan aliansi yang menyuarakan aksi perubahan iklim berkeadilan. Lebih dari 25 organisasi yang tergabung dalam VCA bekerja di tingkat lokal dan nasional seperti di Jakarta, Yogyakarta, Kabupaten Bandung, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). NTT menjadi area kerja utama Koalisi Sipil dan Yayasan Humanis. Pemantik Diskusi Diskusi dibuka dengan sambutan dari Indra Sari Wardhani, Plt. Direktur Program Koaksi Indonesia, yang menyatakan seni merupakan bahasa universal yang mudah dipahami, mudah dirasakan, dan dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan termasuk menyampaikan fenonema lingkungan dan perubahan iklim. “Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki pulau-pulau kecil yang rentan tenggelam karena naiknya permukaan air laut. Kita dapat menggunakan medium seni untuk mengajak masyarakat khususnya anak muda untuk meminimalkan dampak perubahan iklim.” Indra Sari Wardhani, yang biasa dipanggil Ai, juga mengucapkan terima kasih kepada para narasumber yang membagikan pengalaman mereka terkait seni sebagai medium untuk melakukan aksi iklim. “Dari diskusi ini, kita akan memperoleh ilmu baru, perspektif baru, dan membangun kolaborasi baru untuk menanggulangi dan mengajak banyak pihak untuk melakukan aksi iklim secara lebih luas. Dengan demikian, kelompok kecil ini akan berdampak luas kepada masyarakat.” Dilanjutkan oleh Arti Indallah, Country Engagement Manager Yayasan Humanis untuk aliansi VCA Indonesia yang menyetujui bahwa seni merupakan salah satu alat komunikasi universal yang akrab dengan keseharian kita. Seni merasuk dari tingkat kognisi sampai emosi. Baca Juga: Koaksi Indonesia Bervakansi bersama Kawula Muda untuk Mendukung Green Jobs “Dalam diskursus perubahan iklim, narasi yang ada masih kurang mengamplikasi suara kelompok yang paling terdampak krisis iklim dan masih kurang mendorong kita untuk bisa bersolidaritas bersama kelompok itu untuk terlibat dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan iklim. Oleh karena itu, seni dan budaya tidak bisa dipisahkan dari diskursus perubahan iklim. Seni dapat digunakan untuk mempelajari dan mentransformasi sesuatu.” Arti mencontohkan sebuah kasus di salah satu pesisir di Afrika Selatan. Pesisir itu akan ditutup dan dijadikan wilayah ekstraktif minyak dan gas, sehingga memengaruhi kehidupan nelayan kecil. Mereka sudah menyuarakan pentingnya wilayah itu bagi mereka, tetapi tidak didengar. Kemudian, mereka berkolaborasi dengan seniman membuat drama mengenai nilai kawasan pesisir bagi mereka. Mereka berkeliling ke banyak daerah mementaskan drama itu. Akhirnya, mereka menang di pengadilan dan wilayah itu tidak dijadikan pertambangan. “Dari contoh ini terlihat bahwa seni dapat menjadi pendorong aksi iklim atau advokasi atau kampanye.” Seniman Berbagi Cerita Forum ini menghadirkan dua pekerja seni, yaitu Gede Robi, Penggagas The Indonesian Climate Communications, Arts and Music Lab (IKLIM) serta Lodimeda Kini, Produser Film “Pulau yang Ditinggalkan”. Gede Robi, yang akrab dipanggil Bli Robi, konsisten menyuarakan isu lingkungan sejak lama. Bagi Robi, musik memiliki nilai yang lebih besar, tidak sekadar barang dagangan. Musik yang keren merupakan musik yang mempunyai impak sosial. “Pekerjaan seniman itu adalah merawat hati. Untuk membuat perubahan, sentuhlah hatinya. Di sisi lain, teman-teman NGO memiliki data dan informasi. Dua kekuatan ini digunakan untuk menerjemahkan isu-isu berat menjadi populer.” Salah satu kegiatan IKLIM bersama organisasi iklim dan lingkungan di Ubud, Bali/Dok. Lokakarya IKLIM Bli Robi menambahkan bahwa seniman harus otentik, memiliki nilai, dan melakukan yang disuarakan dalam karyanya agar tidak dangkal, dan jangan stagnan. “Misalnya dalam mengampanyekan isu sampah plastik, sudah 10 tahun, tetapi tetap jangan buang sampah sembarangan. Kampanyenya menjadi stagnan. Harusnya kampanyenya sudah sampai di tahap regulasi atau di level yang efeknya signifikan.” Setelah Navicula berdiri pada 1996, Bli Robi menginisiasi IKLIM sejak tahun lalu. IKLIM yang terafiliasi dengan gerakan global Music Declares yang berbasis di Inggris merealisasikan tindakan lokal berpikir global. “IKLIM bertujuan untuk menyatukan satu konsep, membagikan data dan informasi sehingga musisi bisa mengeksekusi dan menghasilkan karya yang tidak dangkal, karya yang mendalam. Seperti gerakan bola salju yang besar. Tahun 2024 ini sudah ada 130 musisi yang bergabung. Dengan semua aset dan sumber daya yang ada, kita bisa bergerak bersama-sama.” Untuk mengajak anak muda agar tergerak dalam isu lingkungan, menurut Bli Robi, ciptakan kebutuhan agar anak muda memiliki kepedulian dan merasa keren dengan terlibat dalam suatu gerakan. Misalnya, gerakan pakai tumbler ke konser untuk mencegah plastik sekali pakai. Salah satu adegan dalam film “Pulau yang Ditinggalkan”/Lodimeda Kini Berlanjut ke Lodimeda Kini. Produser Film “Pulau yang Ditinggalkan” yang biasa disapa Lodi menceritakan latar belakang pembuatan film di Pulau Sabu Raijua pada 2023. Sebagai peneliti hidrologi, Lodi dalam tujuh tahun terakhir meneliti proses penggurunan dan hilangnya sungai-sungai yang berubah menjadi sungai musiman di Pulau Sabu. Lodi merupakan anak asli Sabu dengan orang tua yang harus bermigrasi ke luar Sabu karena tantangan lingkungan. Ketika kembali ke Sabu, Lodi melihat kondisi makin tidak mudah. Mata pencaharian makin sulit dari hari ke hari. Kondisi inilah yang menjadi perenungannya. Perubahan iklim merupakan masalah yang besar. Bagaimana melawan hal yang besar ini? Baca Juga: World Cleanup Day Menyiasati Polemik Sampah Pulau Harapan “Berada di pulau ini, berbicara mengenai krisis iklim harus melalui hal-hal yang bisa dilihat dan dirasakan. Kehidupan pulau yang dari sisi hidrologi sudah menantang, menjadi kian menyulitkan dan pada akhirnya diselesaikan di level personal, level keluarga. Ada sebuah masalah yang sebenarnya masalah global. Namun, keterbatasan pulau untuk mengartikulasikannya menjadikan masalah ini hanya bisa diatasi secara privat dengan migrasi. Padahal, sebagai manusia berperadaban kita bisa menjawab tantangan pada hari ini.” Film ini ingin membahasakan krisis iklim agar kontekstual dengan kehidupan sehari-hari yang kita jalani dan dengan bahasa yang tidak menggurui. “Film ini memberikan pendekatan lebih personal dan pemikiran mengenai apa yang sedang kita hadapi. Kita tidak bisa bertahan di tanah kita sendiri menjadi sesuatu yang normal. Film ini membuka percakapan untuk aksi kolektif untuk mengurangi kerentanan masyarakat pulau dalam menghadapi krisis iklim.” Lodi berharap agar setelah menonton film ini, orang muda menyadari ada sesuatu yang salah. “Apakah ini hidup yang harus dijalani? Terus lari dan tidak bisa menemukan cara untuk keluar dari realitas yang membelenggu ini?“ Setelah film ini didistribusikan, ada enam desa melakukan aksi kolektif untuk merehabilitasi lingkungan khususnya air dan tanah. Dua tahun terakhir, Lodi dan teman-teman bergiat menanam pohon di daerah tangkapan air dan menanam pohon di sekitar rumah untuk memperbaiki iklim mikro. Selain itu, film ini menjadi awal mula pendidikan perubahan iklim. Karena untuk mengerti lingkungan, kita harus mengerti apa yang berubah di lingkungan kita. CSO Memaknai Seni Khalisah Khalid, Public Engagement dan Actions Manager Greenpeace Indonesia, mengatakan bahwa Greenpeace berkolaborasi dengan seniman dan budayawan sejak lama. “Greenpeace merasa dengan medium seni kita bisa memperluas kampanye iklim dan lingkungan.” Lanjut Aline, panggilan akrab Khalisah Khalid, Greenpeace berfokus pada audiens yang ingin kita jangkau dalam kampanye yang kita lakukan. Selain masyarakat terdampak, anak muda menjadi audiens Greenpeace. “Kami yakin bahwa anak muda menjadikan masa depan Indonesia dan bumi lebih baik. Selain itu, anak muda memperhatikan isu lingkungan. Oleh karena itu, kita menjangkau mereka melalui yang mereka suka. Sebagai CSO, bahasa kita terlalu melangit. Kita harus berusaha menemukan bahasa yang mudah dipahami. Salah satunya dengan musik.” Aline menekankan bahwa lingkaran CSO itu kecil. Kita harus memperbesar lingkaran itu, termasuk menjangkau anak muda yang belum ikut komunitas ataupun yang belum tahu isu iklim dan lingkungan. Kampanye dan medium yang makin beragam akan lebih baik hasilnya. Strategi tunggal tidak akan berhasil. “Isu lingkungan dan iklim tidak hanya disuarakan oleh Koaksi dan Greenpeace, tetapi juga oleh kawan muda sendiri yang bersuara dan lebih kritis.” Kolaborasi CSO dengan seniman bisa dengan memfasilitasi workshop atau mengajak seniman langsung bertemu dengan masyarakat terdampak. Misalnya, mengajak seniman urban ke hutan atau lahan gambut atau melakukan tur menyelamatkan hutan Sumatra. Dengan demikian, mendekatkan seniman dengan isu itu. Penanaman mangrove di Desa Tanah Merah sebagai rangkaian terakhir PRF 2023/Instagram PRF Pemaknaan seni juga dilakukan VCA melalui Pesta Raya Flobamoratas (PRF). Diselenggarakan pertama kali pada 2022, PRF merupakan sebuah platform di bawah aliansi VCA untuk mengangkat suara komunitas lokal di NTT melalui karya seni dan budaya. Tahun ini, PRF kembali diadakan dengan tema Suara Bae dari Timur. Acara yang berlangsung 24—28 September di Maumere ini menghadirkan lima kegiatan, yaitu local champion camp, dialog publik, kuliah dan workshop di perguruan tinggi, serta acara puncak pesta raya pada 27 dan 28 September. Benedicto Reynalda Vilibrian (Brian) selaku Ketua PRF 2024 mengatakan, “Kami orang-orang lokal dan komunitas lokal percaya bahwa seni merupakan medium yang sangat kuat untuk menyampaikan pesan-pesan kompleks terutama terkait perubahan iklim. Melalui konser musik, teater, tarian, beberapa performance lain termasuk visual, kami yakin dapat menjangkau dan menyampaikan pesan penting kepada masyarakat luas mengenai keberlanjutan dan konservasi lingkungan.” Menurut Brian, seni memiliki keunikan untuk menyentuh hati dan pikiran orang secara emosional, tidak hanya logis. Inilah yang menjadi alasan utama PRF menggunakan seni untuk menjangkau berbagai kalangan dari orang muda hingga komunitas adat. Pendekatan ini memudahkan masyarakat mengerti perubahan iklim dan tindakan yang bisa mereka lakukan. “Pengalaman kami mendampingi masyarakat di tingkat tapak, perubahan iklim masih begitu abstrak bagi mereka. Yang menjadi prioritas masyarakat desa adalah akses yang berkaitan dengan kesehatan dan pendidikan yang muaranya kembali ke ekonomi. Bahasa yang biasa digunakan di lingkungan LSM sulit dipahami. Kami tidak hanya berbicara mengenai statistik atau prediksi dampak perubahan iklim. Kami memperlihatkan bagaimana perubahan iklim sudah berdampak langsung pada mata pencaharian dan budaya masyarakat setempat.” PRF mengedepankan inklusivitas dengan melibatkan berbagai lapisan masyarakat mulai dari kelompok perempuan, orang muda, dan komunitas marginal. “Untuk memastikan pesan iklim yang kami sampaikan dapat diterima semua kalangan, kami bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil, seniman lokal, dan komunitas,” ujar Brian. Terjadi perubahan positif yang signifikan dengan adanya PRF. “Sebelum PRF, banyak yang melihat perubahan iklim sebagai isu yang jauh dan abstrak. Melalui PRF, mereka mulai menyadari perubahan iklim sudah memengaruhi kehidupan mereka secara konkret. Misalnya, petani menyadari pola tanam sudah berubah atau berkurangnya hasil laut bagi masyarakat pesisir. Komunitas lokal yang terlibat PRF mengadopsi praktik pertanian berkelanjutan. Menggunakan sistem pangan lokal yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim.” Aksi iklim berbasis budaya lokal dalam “Climate Witness”/Instagram demo.frontenddev.my.id Sebagai narasumber terakhir dalam forum ini, Ridwan Arif selaku Koordinator Program VCA Koalisi Sipil sekaligus Manajer Riset dan Pengelolaan Pengetahuan Koaksi Indonesia, menjelaskan bahwa Koaksi Indonesia telah memanfaatkan seni untuk menyuarakan aksi iklim di NTT melalui film dokumenter “Climate Witness”. Ridwan mengatakan, “Ide memproduksi film diawali dengan riset yang saya lakukan di Youtube. Hasil riset saya menunjukkan bahwa selama 10 tahun terakhir, di Youtube tidak ada film dokumenter terkait perubahan iklim yang tone-nya positif. Berdasarkan hasil riset itu, kami di Koaksi Indonesia memikirkan bagaimana membuat film dokumenter yang bisa menjadi bahan komunikasi sekaligus menumbuhkan semangat bagi yang menonton film.” Lanjut Ridwan, Film “Climate Witness” berlatar NTT telah diproduksi dua kali (2022 dan 2023) dengan mengangkat tokoh-tokoh local champion yang berbeda. Aksi mereka sangat lokal, di satu desa atau kabupaten, dan mereka telah melakukan aksi itu puluhan tahun lalu sebelum ada program VCA. Film ini sebagai bentuk apresiasi kami kepada mereka. Baca Juga: Kebaikan Mangrove untuk Desa Tanah Merah “Film ini menampilkan topik konservasi, pendidikan, aktivisme anak muda, masyarakat adat, dan hutan adat. Salah satu film dalam “Climate Witness”, yaitu “Cahaya Anak Sumba” mengisahkan pusat kegiatan belajar Cahaya Anak Sumba awalnya bertujuan untuk memberikan akses pendidikan yang layak bagi anak-anak di sana. Pusat kegiatan itu memberikan pelajaran bahasa Inggris untuk anak TK hingga 2 SD. Seiring waktu, mereka juga memasukkan topik perubahan iklim dalam kegiatan belajar itu.” Contoh lain, kata Ridwan, “Masyarakat di Pesisir Kupang yang terancam karena air laut makin dekat dengan pintu rumah mereka, menanam mangrove. Awalnya hanya ratusan bibit. Setelah 20 tahun, berkembang menjadi 145 hektar.” Melalui film ini, aksi lokal bisa diangkat ke nasional supaya masyarakat di skala lebih luas tahu bahwa ada aksi iklim di NTT sejak puluhan tahun lalu dan dapat menjadi inspirasi bagi penonton. Film ini juga menjadi alat pemantik diskusi. Diskusi didorong bukan untuk membahas filmnya, tetapi membahas kondisi lingkungan di tempat mereka masing-masing. “Tahun lalu, Koaksi Indonesia bekerja sama dengan kolaborator untuk mengadakan nonton bareng di Sumatra hingga Papua. Dalam salah satu acara nonton di Bali, setelah acara nonton selesai, dilanjutkan dengan diskusi yang mengetengahkan sampah dan air bersih yang menjadi masalah lingkungan di Bali. Narasumbernya pun berasal dari Bali. Setelah diskusi, mereka terkoneksi dan audiens pun memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai masalah lingkungan sekaligus terkoneksi dengan local champions dalam film tersebut.” Bahkan, di wilayah lain, setelah acara diskusi selesai, mereka mengadakan FGD untuk menentukan strategi untuk aksi selanjutnya. Dengan kata lain, film ini menjadi cara baru menyuarakan isu perubahan iklim.](https://coaction.id/wp-content/uploads/2025/02/WhatsApp-Image-2024-09-23-at-10.38.02-AM-e1727063283709-480x300.jpeg)
Forum Masyarakat Sipil: Menyuarakan Aksi Iklim Melalui Seni Kreatif
Para seniman dan CSO telah membuktikan bahwa seni merupakan media yang tepat untuk menyuarakan aksi iklim. Agar gaungnya makin bergema, diperlukan kolaborasi.

Catatan Perjalanan Mengeksplorasi Kupang
Sebagai wilayah pesisir yang rentan terhadap perubahan iklim, Kota Kupang dan Kabupaten Kupang tidak mau menyerah. Jelajahi setiap sudutnya untuk mendapatkan buktinya.

Beraksi, Menginspirasi, Perubahan Terjadi
Kegiatan kunjungan lapangan Koalisi Sipil VCA bulan Juli 2024 membuka banyak cerita inspiratif aksi iklim yang dilakukan tokoh-tokoh local champion Kota Kupang dan Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Koaksi Indonesia Siap Singgahi Kampus demi Kampus untuk Perluas Penyadartahuan Green Jobs
Green jobs bisa menjadi solusi orang muda dalam menjawab ketidakpastian pasar kerja. Ruang Aksi Goes to Campus menjadi wadah penyadartahuan peluang green jobs bagi mereka.

Memaknai #LangkahHariIni dengan #AdilUntukBumi dalam Peluncuran Resmi Film “Climate Witness”
Cerita inspiratif tokoh masyarakat NTT dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang didokumentasikan dalam film “Climate Witness” kini telah resmi ditayangkan pada 22 Juni 2024.

Jangan Tunggu Puting Beliung Rancaekek Lainnya, Anak Muda Tunjukkan Peran, Pahami Isu Lingkungan!
Dengan jumlahnya yang mendominasi penduduk Indonesia saat ini, pemuda berperan signifikan dalam aksi mengurangi krisis iklim melalui green jobs. Koaksi Indonesia memaparkan peran itu dalam Climate Circle.

Masa Depan Cerah Indonesia ada di Green Jobs!
Green jobs bukan sekadar profesi yang mengatasi permasalahan lingkungan, tetapi mampu menjawab semua permasalahan yang ada. Dalam acara talkshow Ruang Publik KBR, Koaksi Indonesia membahas peluang pekerjaan hijau ini di Indonesia.

Green Jobs Summit 2023: Berbagi Pengetahuan dan Berkolaborasi untuk Kemakmuran Ekonomi dan Kelestarian Bumi
Rangkaian terakhir Youth Leaders Program, Green Jobs Summit, telah berhasil diselenggarakan oleh Koaksi Indonesia pada 19 Desember 2023 di AONE Hotel, Jakarta. Acara yang mempertemukan para pemuda dengan forum multipihak ini bertujuan untuk menggaungkan Green Jobs sebagai bagian penting dari…

Green Jobs untuk Semua: Mengoptimalkan Diversitas melalui Partisipasi Komunitas Inklusi
Inklusivitas dalam Green Jobs patut dikejar. Pengakuan akan eksistensi penyandang disabilitas merupakan hak yang perlu diperjuangkan sebagai anak bangsa dalam pembangunan.

Menarik Narasi Green Jobs dari Perspektif Swasta: dari Cleantech hingga Pemberdayaan Inklusivitas
Menutup tahun 2023, Koaksi Indonesia menggemakan semangat kolaborasi dengan menggelar Green Jobs Summit pada 19 Desember 2023 bertempat di AONE Hotel Jakarta.

Ruang Aksi #26: Kupas Lika-liku Green Jobs di Indonesia
Melanjutkan forum diskusi publik bulanan mengenai lingkungan dan sosial, Ruang Aksi ke-26 mengusung tema “Transisi Pekerjaan Industri Energi Terbarukan Lika-liku Green Jobs di Indonesia” pada Rabu, 20 Desember 2023 di Twin House M Bloc Jakarta. Diskusi publik yang dihadiri sekitar…

Green Jobs Workshop Surabaya: Arek Suroboyo Semangat Temukan Peluang Green Jobs
Green Jobs Workshop Surabaya yang digelar pada Sabtu, 9 Desember 2023 di Auditorium i8 Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya menjadi penutup rangkaian acara Green Jobs Workshop yang diselenggarakan Koaksi Indonesia.

Green Jobs Workshop Yogyakarta: Semangat Bersama Menyambut Peluang Green Jobs
Menyusul kesuksesan acara Green Jobs Workshop yang telah dilaksanakan di Jakarta dan Bandung, Yogyakarta turut memberikan kesan berharga kepada para peserta untuk memahami green jobs lebih dalam.

RUANG AKSI #25: Seberapa Siapkah Pemuda Indonesia Menyambut Ekosistem Green Jobs?
Setelah berlangsung secara online akibat pandemi, acara bulanan Koaksi Indonesia, Ruang Aksi, kembali digelar secara langsung untuk pertama kalinya, dengan tema “Ekosistem Green Jobs di Indonesia: Apakah Kamu Siap?” pada Selasa, 28 November 2023 di Impact Hub Jakarta, Kuningan, Jakarta…

Green Jobs Workshop Bandung: Perluas Perspektif Green Jobs di Kalangan Muda Bandung
Setelah pada Sabtu, 18 November 2023, Koaksi Indonesia berhasil menyelenggarakan Green Jobs Workshop di Jakarta sebagai kota pertama, rangkaian Green Jobs Workshop kembali digelar di kota kedua, yaitu Bandung pada Sabtu, 25 November 2023. Kali ini diselenggarakan di Kampus Institut…

Green Jobs Class #5: Cerita di Balik Suksesnya Menjadi Sociopreneur Rempah di Pulau Jawa
Green Jobs Class sudah sampai pada gelaran terakhir yaitu kelas ke-5 yang mengusung judul “Sharing Session from Successful Green Jobs Creators”. Koaksi Indonesia menghadirkan Asri Saraswati, seorang Ibu dengan dua orang anak yang juga Co-founder Agradaya yaitu sebuah Entitas Bisnis…

Green Jobs Workshop Jakarta: Wadah Komunitas Muda Jakarta untuk Mendukung Green Jobs
Green Jobs Workshop merupakan bagian dari Youth Leaders Program yang diselenggarakan Koaksi Indonesia. Acara yang baru pertama kali diadakan pada 2023 ini akan menjadi acara tahunan Koaksi Indonesia sekaligus menambah kampanye publik yang telah dilakukan Koaksi Indonesia untuk mendorong akselerasi…

Green Jobs Class #3: Cara Bikin CV yang Pasti Diundang Wawancara
Green Jobs sesi ketiga kali ini, Selasa 14 November 2023, berjalan dengan suasana yang terasa renyah. Koaksi Indonesia menghadirkan Dinar Syarita Bakti atau akrab disapa Kak Dinar, HR Practitioner & Content Creator.

Green Jobs Class #4: Berbagi Kiat Menemukan Peluang Green Jobs di Industri Arus Utama
Kerja di green jobs bukan khayalan belaka, ketika generasi muda mampu membaca peluangnya dan mempersiapkan diri. Koaksi Indonesia berbagi kiat-kiat menemukan peluang tersebut dalam Green Jobs Class #4.

Prospek dan Tantangan Green Jobs di Mata Anak Muda
Diskusi publik yang diselenggarakan hasil kolaborasi Suara Mahasiswa Universitas Indonesia (Suma UI), Klinik Jurnalistik, dan Yayasan Indonesia Cerah menghadirkan Koaksi Indonesia sebagai salah satu narasumber.

Green Jobs Class #2: How To Present Yourself
Kesan pertama sangat penting ketika bertemu dengan orang lain dan kemungkinan orang akan membuat asumsi tentang diri kita berdasarkan penampilan kita itu.

Wujudkan Aksi Iklim: Panitia Pesta Raya Flobamoratas 2023 Bersama Warga Desa Tanah Merah Tanam Ratusan Mangrove
Acara “Baku Dukung untuk Bumi” yaitu menanam mangrove bersama di Desa Tanah Merah menjadi penutup rangkaian acara Pesta Raya Flobamoratas Tahun 2023.

Green Jobs Class #1: Menemukan Potensi Diri Demi Masa Depan Hijau
Mengawal semangat amplifikasi kampanye green jobs dalam Youth Leaders Program, Koaksi Indonesia melanjutkan agendanya yaitu Green Jobs Class. Agenda berwujud kelas ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi generasi muda untuk pengembangan individu menuju pekerjaan yang adil dan berkelanjutan.

Menyuarakan Perubahan Iklim Melalui Konser Musik: Pesta Raya Flobamoratas Tahun 2023 Dihadiri Ribuan Orang
Komunikasi tentang perubahan iklim perlu lebih menekankan dekatnya dampak perubahan iklim pada kehidupan sehari-hari masyarakat dengan bahasa yang mudah mereka pahami. Sebagai bahasa universal, musik dapat melakukannya.

Pesta Raya Flobamoratas Kembali Digelar: Membawa Semangat Inklusif dan Isu Perubahan Iklim
Melalui Pesta Raya Flobamoratas 2023, Koaksi Indonesia sebagai ketua umumnya mengajak seluruh masyarakat untuk menggaungkan dan melakukan aksi kebaikan untuk bumi kita tercinta.

Hari Sumpah Pemuda: Kesempatan Anak Muda Wujudkan Mimpi Tanpa Polusi Melalui Green Jobs
Dalam momentum Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 2023, Koaksi Indonesia bersama Teens Go Green Indonesia dan Seasoldier Jakarta menggelar talkshow green jobs “Mimpi Tanpa Polusi” di Gedung Dewi Sartika, Universitas Negeri Jakarta, Jakarta Timur.

Koaksi Indonesia Bervakansi bersama Kawula Muda untuk Mendukung Green Jobs
Mengawal semangat Sumpah Pemuda dalam menjalankan kampanye green jobs, Koaksi Indonesia mengadakan aktivitas edukasi kreatif bertajuk “Vakansi Kawula Muda”.

Green Jobs: Youth Leaders Program 2023 Tingkatkan Kapasitas Anak Muda dalam Green Economy Recovery
Koaksi Indonesia menginisiasi kolaborasi Youth Leaders Program 2023 bersama enam Civil Society Organization (CSO) yaitu Institute for Essential Services Reform (IESR), Teens Go Green (TGG), Earth Hour Indonesia, Hutan Itu Indonesia (HII), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Tengah, dan…

Koaksi Indonesia: Penyedia Kerja Perlu Melek Green Jobs dari Sekarang!
Green jobs merupakan pekerjaan yang berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan dan penurunan emisi karbon. Jenis pekerjaan ini juga penting untuk mempertimbangkan aspek ekonomi dalam keberlanjutannya. Dalam memanfaatkan peluang ini, diperlukan pengembangan keterampilan dan kemauan untuk belajar serta kerja sama antarpihak untuk…

Menyuarakan Aksi Perubahan Iklim pada Festival Forum KTI IX 2023
Sebagai salah satu organisasi yang tergabung dalam Voices for Just Climate Action (VCA) Indonesia, Koaksi Indonesia menunjukkan kontribusinya dalam festival ini melalui pameran, permainan, pemutaran film, dan diskusi. Berbagai kegiatan yang menarik dan interaktif itu dapat berlangsung dengan sukses berkat…

Festival Forum Kawasan Timur Indonesia IX
Beberapa waktu lalu, tepatnya 26-27 Juli 2023, Koaksi Indonesia yang tergabung dalam Koalisi Sipil, bersama 3 Koalisi lainnya: Koalisi Kopi, Koalisi Pangan Baik dan Koalisi Adaptasi berkolaborasi dengan Yayasan @hsi_found sebagai implementasi dari Program Voices for Just Climate Action (VCA),…

Keluh Harap Warga Air Tenam Terhadap Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Desanya
Berkisar 5 hari tim Koaksi Indonesia bertandang melakukan penelusuran ke Desa Air Tenam yang berada di Kecamatan Ulu Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan. Desa yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan ini menyimpan pesona alam yang asri dan memiliki…

Hari Rabu lalu, 7 Juli 2021, Koaksi Indonesia menyelenggarakan diskusi multipihak dengan topik “Menjawab Tantangan Industri Biodiesel dan Kendaraan Listrik yang Lebih Berkelanjutan untuk Sektor Transportasi Rendah Emisi” dengan pemateri utama Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi…

Terima kasih untuk antusiasme seluruh #EnergiMuda yang berpartisipasi di lomba penulisan blog, hingga jumlah karya yang masuk cukup membludak! Kami senang, Blog Writing Competition “Green Jobs: Peluang Kerjanya Anak Muda untuk Indonesia Lebih Bersih” diminati banyak kalangan dari pelajar, mahasiswa, pegiat…

Blog Writing Competition
Untuk mewujudkan Indonesia yang lebih bersih, anak muda perlu memiliki kesadaran, minat, dan kemauan dengan mengambil tindakan melalui berbagai cara. Salah satunya, menyediakan akses informasi yang luas terkait manfaat kehadiran energi terbarukan yang bisa diperoleh masyarakat, mulai dari ketersediaan air…