Makna itu menjadi relevan dengan dampak perubahan iklim yang kian nyata kita rasakan. Makna itu juga menjadi ajakan bagi kita untuk memperlakukan bumi dengan lebih baik.
KOAKSI INDONESIA—Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia berlangsung selama 4 hari (3—6 September 2024). Kunjungan yang termasuk dalam rangkaian lawatan ke Asia Pasifik ini menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang dikunjungi Paus Fransiskus. Dari Indonesia, Paus ke-266 ini akan mengunjungi Papua Nugini, Timor Leste, dan Singapura.
Sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia sekaligus Kepala Negara Vatikan, Paus senantiasa menyerukan perdamaian dunia dan kerukunan hidup antara umat beragama. Tema Iman, Persaudaraan, dan Bela Rasa dalam kunjungannya kali ini juga menunjukkan seruan itu.
Kunjungan Paus diharapkan meningkatkan keimanan umat. Iman yang teguh akan melahirkan persaudaraan sejati. Umat yang memiliki persaudaraan sejati akan menunjukkan bela rasa (compassion) kepada sesama, tidak hanya umat seagama, tetapi seluruh manusia tanpa memandang latar belakangnya, dan alam semesta. Bela rasa terhadap alam semesta melahirkan rasa tanggung jawab untuk memelihara bumi ini.
Bumi Sebagai Rumah Bersama
Komitmen Paus Fransiskus yang tinggi terhadap lingkungan hidup terlihat dari Ensiklik Laudato Si yang dipublikasikan pada 2015. Dengan setia, Paus terus menjunjung tinggi komitmen itu.
Dikutip dari Kompas, pada 2020, Vatikan mengeluarkan dokumen setebal 227 halaman untuk menandai lima tahun sejak publikasi pertama Ensiklik Laudato Si. Dalam dokumen itu, Paus mengatakan upaya-upaya untuk melindungi alam makin mendesak dilakukan karena pandemi global telah mengubah gaya hidup.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan Ensiklik sebagai surat edaran Paus untuk gereja yang berisi masalah penting, tetapi bukan ajaran definitif dari gereja sehingga dapat diperbarui sesuai dengan perkembangan zaman.
Seruan untuk merawat bumi sebagai rumah bersama dinyatakan Paus Fransiskus dalam Ensiklik itu. Paus menyatakan Ibu Bumi sebagai Saudari yang memelihara dan mengasuh manusia dan menumbuhkan aneka ragam buah-buahan, bunga warna-warni, dan rumput-rumputan. Hanya Saudari ini sekarang menjerit karena segala kerusakan yang telah ditimpakan manusia padanya. Manusia tidak bertanggung jawab dalam menggunakan kekayaan yang telah diletakkan Tuhan di dalamnya, bahkan menyalahgunakannya.
Oleh karena itu, Paus menyerukan umat manusia untuk bekerja sama melindungi bumi, berdialog mengenai pembentukan masa depan planet ini.
Polusi Udara dan Perubahan Iklim
Mengatasi polusi udara dan perubahan iklim menjadi salah satu cara merawat bumi yang dikemukakan dalam Ensiklik itu. Pemanasan global sebagai salah satu fenomena perubahan iklim yang makin nyata dirasakan disebabkan oleh tingginya konsentrasi gas rumah kaca (karbon dioksida, metana, nitrogen oksida, dan lain-lain) yang dihasilkan dari aktivitas manusia. Konsentrasi gas-gas tersebut di atmosfer dalam jumlah besar mengakibatkan panas sinar matahari terperangkap di atmosfer, sehingga bumi terasa lebih panas.
Penggunaan intensif bahan bakar fosil sebagai sumber energi utama di seluruh dunia juga memperparah kondisi ini.
Untuk mengatasi pemanasan global, Paus menyerukan dalam Laudato Si agar umat manusia mengubah gaya hidup, produksi, dan konsumsi mereka.
Seruan untuk Percepatan Transisi Energi
Dalam Laudato Si secara khusus, Paus Fransiskus menyerukan untuk menggantikan penggunaan bahan bakar fosil dan mengembangkan sumber-sumber energi terbarukan. Seruan ini untuk mengurangi emisi karbondioksida dan gas-gas rumah kaca lainnya yang sangat mencemari bumi.
Walaupun tidak menggunakan istilah transisi energi, penggantian bahan bakar fosil dan pengembangan sumber-sumber energi terbarukan merujuk pada makna yang sama.
Bagaimana dengan Indonesia?
Seruan tersebut terasa relevan dengan kondisi Indonesia. Salah satu sektor penyumbang emisi terbanyak di Indonesia adalah sektor energi. Kementerian PPN/Bappenas menyatakan potensi emisi terus meningkat hingga di tahun 2030, dengan persentase emisi dari sektor energi diprediksi menyentuh angka 1,4 Giga Ton CO2eq (59%).
Jumlah emisi bertambah besar apabila emisi tidak langsung yang berasal dari penggunaan energi fosil seperti pada sektor industri diperhitungkan. Data WRI menunjukkan emisi dari industri diperkirakan menyumbang tiga perempat dari total emisi Indonesia pada 2019. Angka ini berpotensi melonjak dua kali lipat pada tahun 2030.
Penggunaan bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak bumi masih mendominasi suplai dan konsumsi energi. Dilansir dari Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2022, 73% suplai energi primer (penyediaan energi yang langsung bersumber dari alam) dipenuhi oleh batu bara dan minyak bumi. Sementara itu, total konsumsi energi final (pemakaian energi oleh konsumen akhir) yang berasal dari kedua jenis bahan bakar itu sekitar 50%.
Baca Juga: Kabar Energi Terbarukan Saat Ini
Data pemanfaatan bahan bakar fosil yang masih mendominasi mengingatkan kita bahwa Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang besar, beragam, dan tersebar hampir di seluruh wilayahnya. Potensi itu, sebagaimana dilansir dari CNBC Indonesia, mencapai 3.687 GW yang terdiri dari potensi surya sebesar 3.294 GW, potensi hidro 95 GW, potensi bioenergi 57 GW, potensi bayu 155 GW, potensi panas bumi 23 GW, dan potensi laut 63 GW.
Sementara pemanfaatannya hingga semester I-2023 secara keseluruhan mencapai 12.736,7 Megawatt (MW) berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Perbandingan potensi dan pemanfaatan energi terbarukan sekitar 289 kali. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan swasta dalam mendorong pemanfaatan energi terbarukan agar perbandingan antara potensi dan pemanfaatan energi terbarukan tidak terlalu besar.
Kerja sama itu sekaligus memaknai seruan untuk memelihara bumi sebagai rumah bersama dalam kunjungan Paus Fransiskus kali ini.