Perubahan iklim mendorong negara-negara di dunia bersepakat untuk menahan kenaikan suhu global. Kesepakatan itu dituangkan setiap negara dalam Dokumen Nationally Determined Contributions (NDC)-nya.
KOAKSI INDONESIA—Dalam bahasa lebih sederhana, NDC merupakan komitmen iklim setiap negara yang telah meratifikasi Perjanjian Paris untuk berkontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim.
NDC bermula dari pertemuan para pemimpin dunia di Konferensi Iklim Paris, Prancis pada 30 November sampai 11 December 2015. Konferensi ini secara resmi disebut sebagai Konferensi Para Pihak (Conference of the Parties [COP]) ke-21 dari Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change [UNFCCC]). Dari konferensi inilah dihasilkan Perjanjian Paris.
Dilansir dari UNFCCC, Perjanjian Paris merupakan perjanjian internasional yang mengikat secara hukum mengenai perubahan iklim. Perjanjian ini telah diadopsi oleh 196 Pihak dan mulai berlaku pada 4 November 2016. Perjanjian ini menjadi tonggak penting dalam proses perubahan iklim multilateral karena untuk pertama kalinya perjanjian yang mengikat menyatukan semua negara untuk memerangi perubahan iklim dan beradaptasi terhadap dampaknya.
Baca Juga: Hasil Riset: Masyarakat Miskin dan Marjinal Ikut Jadi Korban Perubahan Iklim
Sumber yang sama memaparkan bahwa tujuan utama dari Perjanjian Paris adalah menjaga peningkatan suhu rata-rata global jauh di bawah 2°C di atas tingkat praindustri dan mengupayakan untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5°C di atas tingkat praindustri.
Namun, catatan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB (Intergovernmental Panel on Climate Change [IPCC]) menunjukkan bahwa melampaui ambang batas 1,5°C berisiko menimbulkan dampak perubahan iklim yang jauh lebih berat, seperti kekeringan, gelombang panas, serta curah hujan yang lebih sering dan parah.
Kondisi itu pada akhirnya dapat menimbulkan konsekuensi serius terhadap keamanan pangan dan air, stabilitas ekonomi, dan perdamaian internasional.
Untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5°C, UNFCCC menyatakan, emisi gas rumah kaca harus mencapai puncaknya paling lambat sebelum tahun 2025 dan menurun sebesar 43% pada tahun 2030.
INDC dan NDC
Sebelum Perjanjian Paris disepakati dalam COP ke-21, setiap negara yang terlibat dalam konferensi itu telah terlebih dulu mengajukan dokumen berupa rencana aksi iklim sukarela kepada UNFCCC. Dokumen itu secara formal disebut Intended Nationally Determined Contributions (INDC). INDC inilah yang menjadi dasar dari kesepakatan global yang berhasil dicapai dalam konferensi itu. Dengan kata lain, saat suatu negara bergabung dalam Perjanjian Paris, INDC mereka harus diubah menjadi NDC demi tercapainya tujuan Perjanjian Paris.
Dikutip dari UNFCCC, NDC diserahkan setiap lima tahun ke sekretariat UNFCCC. Perjanjian Paris menetapkan bahwa NDC berturut-turut akan mewakili suatu kemajuan dibandingkan dengan NDC sebelumnya dan mencerminkan ambisi tertingginya.
Para Pihak (Negara) diminta untuk menyerahkan NDC putaran berikutnya (NDC baru atau NDC yang diperbarui) pada tahun 2020 dan setiap lima tahun setelahnya (misalnya pada tahun 2020, 2025, 2030), terlepas dari kerangka waktu implementasinya masing-masing. Selain itu, Perjanjian Paris Pasal 4 Ayat 11 menyatakan, Para Pihak dapat sewaktu-waktu menyesuaikan kontribusi yang ditentukan secara nasional dengan maksud untuk meningkatkan tingkat ambisinya.
Fakta bahwa NDC Itu Penting
Menurut Program Pembangunan PBB (United Nations Development Programme [UNDP]), NDC penting karena tiga alasan berikut.
- NDC memperkuat tujuan global yang disepakati berdasarkan Perjanjian Paris dan menunjukkan dengan tepat seberapa besar tujuan masing-masing negara dalam mengurangi emisi GRK mereka, kapan, dan tindakan yang akan mereka terapkan untuk mencapai tujuan tersebut. Secara kolektif, NDC dapat menunjukkan seberapa dekat (atau jauh) dunia dalam mencapai tujuan iklim bersama.
- NDC mewakili rencana investasi yang didukung secara politik di bidang-bidang penting yang memiliki potensi tidak hanya untuk mencapai tujuan iklim tetapi juga untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Dengan kata lain, NDC dapat membantu pemerintah untuk memprioritaskan tindakan di semua sektor dan menyelaraskan kebijakan dan undang-undang mereka dengan tujuan iklim.
- NDC bersifat universal, diwajibkan oleh semua negara—baik negara maju maupun berkembang–dan telah didukung oleh tingkat tertinggi pemerintahan. Jadi, jika digunakan dengan benar, NDC dapat menjadi jalan untuk mengatasi krisis yang dihadapi dunia saat ini—tidak hanya krisis iklim, namun juga kenaikan harga energi dan pangan, ketidakamanan dan ketidakstabilan, migrasi, pandemi seperti pandemi COVID-19, dan sebagainya.
Bagaimana dengan Indonesia?
Pada 2015 sebelum COP ke-21, Indonesia telah menyerahkan INDC-nya kepada UNFCCC. Setelah meratifikasi Perjanjian Paris melalui Undang-undang No. 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim), Indonesia menyerahkan First NDC pada 2016, Updated NDC pada 2021, dan Enhanced NDC pada 2022. Untuk mengetahui capaian pengurangan emisi gas rumah kaca di antara ketiga NDC itu, Koaksi Indonesia telah melakukan analisis perbandingan.
Dalam NDC-nya, Indonesia menargetkan lima sektor yang berperan dalam penurunan emisi GRK, yaitu energi, limbah, industrial processes and production use (IPPU), pertanian, dan kehutanan, sebagaimana dikutip dari Siaran pers Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Baca Juga: Kejar Target Tekan Emisi Gas Rumah Kaca Perlu Komitmen Seluruh Sektor
Komitmen Indonesia untuk terus meningkatkan perannya dalam mengatasi dampak krisis iklim global juga terlihat dari Second NDC yang sedang dipersiapkan. Siaran pers KLHK menyatakan bahwa Indonesia merencanakan untuk menyampaikan Second NDC-nya pada Agustus 2024, lebih awal daripada batas waktu yang diberikan Perjanjian Paris, yaitu Maret 2025.
Siaran pers itu juga menyatakan beberapa komitmen dalam Second NDC yang berbeda dengan komitmen dalam NDC sebelumnya (First NDC, Updated NDC, dan Enhanced NDC).
- Second NDC akan membandingkan pengurangan emisi GRK terhadap tahun rujukan 2019, yang berbasis inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK). Jadi, tidak lagi menggunakan baseline business as usual.
- Komitmen baru dalam Second NDC akan diberlakukan untuk pencapaian target pengurangan emisi GRK dengan kemampuan sendiri (unconditional) dan dengan dukungan internasional (conditional) pada tahun 2031 sampai 2035, yang sejalan dengan skenario 1,5°C.
- Second NDC akan memutakhirkan kerangka transparansi yang mencakup Sistem Registri Nasional (SRN) dan MRV (Measurement, Reporting and Verification).
- Memperkuat komitmen adaptasi perubahan iklim berdasarkan pelaksanaan Enhanced NDC untuk meningkatkan ketahanan iklim Indonesia dari aspek ekonomi, sosial dan penghidupan, serta ekosistem dan lanskap.
- Dalam Second NDC direncanakan penambahan sektor kelautan yang lebih difokuskan pada pengelolaan ekosistem pesisir dan laut serta hidrofluorokarbon (HFC).