Hampir seperempat penduduk Indonesia merupakan generasi muda dan banyak dari mereka merupakan pengguna media sosial. Kondisi ini dapat dimanfaatkan untuk menyuarakan isu lingkungan yang menjadi topik hangat di Indonesia dan dunia.
KOAKSI INDONESIA — Data Badan Pusat Statistik 2022 menunjukkan jumlah generasi muda dengan rentang umur 16–30 tahun di Indonesia mencapai sekitar 24% atau hampir seperempat dari total jumlah penduduk Indonesia.
Berdasarkan persentase ini, pemerintah, pendidik, serta pihak lain yang terkait seharusnya terus berupaya mempersiapkan mereka sebaik mungkin sehingga di masa depan kaum muda dapat memberikan kontribusi yang positif dan berarti bagi negara dan bangsa.
Selain jumlahnya yang banyak, dampak yang ditimbulkan generasi muda menjadikan mereka sebagai pionir penting dalam sebuah aksi atau gerakan yang berpotensi membawa kebaikan. Misalnya, kasus-kasus kekerasan atau bullying di media sosial yang akhirnya memperoleh perhatian bahkan ditindaklanjuti oleh pihak berwenang.
Salah satu isu penting yang kini menjadi perhatian negara-negara di dunia, termasuk Indonesia adalah perubahan iklim dan transisi energi terbarukan. Negara-negara dunia prihatin dengan isu ini karena dampak yang dihasilkan dapat mengancam stabilitas suatu negara, baik dari segi kesehatan, keamanan, ekonomi, maupun sosial. Oleh karena itu, isu ini dapat menjadi fokus generasi muda demi masa depan dunia yang lebih baik.
Dilansir dari situs resmi Kementerian PUPR, Indonesia sudah merasakan dampak dari perubahan iklim, seperti peningkatan suhu ekstrem dan kemarau panjang. Upaya yang dapat dilakukan untuk menangani perubahan iklim sebelum semakin memburuk ialah dengan mendorong transisi energi terbarukan yang keberadaannya banyak di sekitar kita, lebih “sehat”, dan memberikan banyak manfaat kepada manusia di berbagai sektor dengan biaya yang lebih rendah.
Peran generasi muda dibutuhkan untuk menyebarluaskan isu ini dengan harapan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat luas dan pemerintah. Penyebarluasan dapat dilakukan dengan mengomunikasikan dan mengampanyekan isu perubahan iklim dan transisi energi melalui media sosial, seni, dan bahkan artikel atau karya tulis. Agar generasi muda mau menyuarakan isu lingkungan ini, beberapa strategi berikut dapat dilakukan.
Komunikasi dan kampanye mengenai isu perubahan iklim dan transisi energi terbarukan dapat dilakukan melalui media sosial yang dimiliki banyak anak muda, seperti instagram (40%), x (43%), dan tiktok (60%). Media sosial yang dimainkan secara interaktif dapat menarik banyak engagement, feedback, dan dukungan dari para generasi muda yang tertarik atau bahkan masih awam terhadap isu perubahan iklim dan transisi energi terbarukan seperti dikutip dari Helsinki Metropolia University of Applied Sciences.
Baca juga: Pendanaan Iklim untuk Mendukung Aksi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
Setelah aktif dan interaktif dalam menggunakan media sosial, strategi berikutnya adalah membuat konten yang sesuai dengan tren dan dapat menarik simpati generasi muda. Penelitian “Fenomena Content Creator di Era Digital” yang dilakukan pada Juli–September 2017 dengan responden sebanyak lima orang content creator profesional yang fokus pada corporate branding di Instagram menunjukkan bahwa visual, narasi, dan lagu dibutuhkan untuk membuat konten menjadi lebih menarik, edukatif, dan inspiratif, khususnya di Instagram.
Koaksi Indonesia merupakan salah satu contoh CSO (Civil Society Organization) yang telah menerapkan strategi ini dalam melakukan komunikasi dan kampanye yang efektif dan menyenangkan. Mereka sudah banyak melakukan aksi kampanye yang disuarakan melalui berbagai media sosial mereka yang interaktif. Misalnya, Instagram dan tiktok Coation.Id, serta #GoGreenJobs dan #LangkahHariIni agar #AdilUntukBumi.
Selain kampanye digital, strategi lain yang dapat dilakukan adalah menyelenggarakan aktivitas seru, unik, dan kreatif sehingga banyak orang tertarik untuk mengikutinya. “Vakansi Kawula Muda” yang diadakan oleh Koaksi Indonesia dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda bisa dijadikan contoh. Kegiatan ini merupakan sebuah kampanye terkait green jobs, akan tetapi dapat dieksekusi menjadi sebuah kegiatan yang menyenangkan dan tidak membosankan sehingga generasi muda tetap teredukasi mengenai green jobs sembari melakukan vakansi yang menyenangkan.
Pengumuman dan pendaftaran untuk mengikuti acara ini memanfaatkan media sosial Koaksi Indonesia dan organisasi lain mitra mereka sehingga acara ini dapat tersebar luas dan menarik minat orang muda untuk mengikutinya. Acara yang mengajak generasi muda untuk mengikuti kegiatan wisata ramah lingkungan sekaligus lokakarya oleh para praktisi green jobs ini bertujuan untuk menambah pengetahuan generasi muda mengenai konsep green jobs yang dikampanyekan oleh Koaksi Indonesia. Karena konsepnya yang menyenangkan sekaligus bermanfaat, contoh kegiatan ini dapat dijadikan sebagai bentuk kampanye yang efektif serta menyenangkan yang dapat dilakukan oleh CSO atau organisasi lain terkait dengan lingkungan.
Acara ini juga diikuti oleh pemuda-pemudi disabilitas tuna rungu. Melalui Vakansi Kawula Muda, Koaksi Indonesia membuktikan komitmen mereka tidak hanya terhadap green jobs, tetapi juga GEDSI (gender, disabilitas, dan inklusi sosial).
Sejalan dengan semakin banyak generasi muda yang tertarik terhadap isu iklim, sebagaimana dikutip dari VOA, generasi Z (17—26 tahun) dan generasi milenial (27—35 tahun) yang mengkhawatirkan lingkungan mencapai persentase 82%, yang perlu kita lakukan adalah memperbanyak platform yang membahas isu ini. Kemudian, mengomunikasikan serta mengampanyekannya dengan efisien dan menyenangkan, terutama bagi generasi muda.
Baca juga: Berkebun Vertikultur Membuka Peluang Ekonomi Sekaligus sebagai Aksi dalam Mitigasi Perubahan Iklim