Belum lama ini Pertamina berhasil memproduksi D-100 di kilang Dumai di Riau sebagai kelanjutan pengembangan produksi bahan bakar hijau. Produk D-100 ini berbahan baku minyak sawit yang menghasilkan produk green diesel atau diesel hijau. Setelah beberapa kali uji coba telah dilakukan, hingga produksi D-100 kini masuk tahap uji pada penggunaan di mesin mobil. Inovasi ini diharapkan mampu mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, dimana saat ini Indonesia sedang gencar mengupayakan bauran energi alternatif yang ramah lingkungan. Namun, apa bedanya dengan bahan bakar B-100 yang didorong oleh Kementrian Pertanian, Simak penjelasan berikut ini.
Penamaan/Istilah
Produksi bahan bakar Pertamina D-100 ini berbeda dengan B-100. Dari segi penamaan, D-100 adalah green diesel yang dalam Bahasa Indonesia disebut diesel hijau, sedangkan B-100 adalah fatty acid methyl ester (FAME) atau biasa dikenal dengan biodiesel. Penamaan yang berbeda ini terjadi karena memang dari segi proses pembuatan dan kualitas produk keduanya juga berbeda. Walaupun sama-sama berasal dari kelapa sawit, bahan baku kedua produk ini memiliki penanganan yang berbeda sebelum diproses.
Produksi bahan bakar D-100 ini adalah hasil penelitian dan kerjasama antara PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai dengan Institut Teknologi Bandung (ITB). Proyek percontohan produksi dilakukan pada kilang Pertamina dengan katalis Merah Putih hasil penelitian ITB. Katalis Merah Putih yang dikembangkan dalam Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis (TRKK) ITB, digunakan dalam proses pembuatan D-100 dan B-100. Katalis merupakan senyawa yang digunakan untuk mempercepat proses reaksi kimia. Katalis Merah Putih yang dikembangkan dapat menghilangkan senyawa Nitrogen dan Sulfur yang tidak dibutuhkan dalam kandungan minyak sawit pada proses pembakaran.
Bahan Baku dan Proses Produksi
Proses produksi B-100 dan D-100 berbeda, proses pembuatan B-100 di Indonesia menggunakan bahan baku Crude Palm Oil (CPO) melalui proses transesterifikasi. Proses produksi B-100 dapat dilihat lebih lanjut dalam artikel sebelumnya dengan judul “Sekilas tentang Bioenergi: Proses Produksi Biodiesel di Indonesia”. Sedangkan pada masa percobaan produksi D-100 ini, bahan baku yang digunakan adalah CPO yang telah diolah menjadi Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil (RBDPO).
Bahan baku tersebut merupakan produk dari CPO yang telah dimurnikan melalui proses pengendapan, pencucian, dan deodorisasi sehingga produk yang dihasilkan lebih bersih dan tidak berbau. Dalam rangkaian proses tersebut dibutuhkan proses pembakaran hingga 260 derajat celcius dan tekanan tinggi hingga 55 bar. Namun, diharapkan kedepannya D-100 dapat diproduksi langsung dari CPO tanpa melalui proses pemurnian terlebih dahulu.
Sedangkan pada proses produksi D-100, dilakukan proses hydrotreating dengan penambahan gas hidrogen untuk memecah ikatan ganda trigliserida yang terkandung dalam bahan baku sehingga menghasilkan bahan bakar minyak yang berbeda-berbeda, salah satunya adalah green diesel. Adapun pada uji proses yang telah dilakukan pada kilang Pertamina di Dumai adalah co-processing dengan minyak diesel mentah. Kandungan minyak sawit untuk bahan baku D-100 pada uji coba pertama di tahun lalu adalah sekitar 12,5 persen, masih dibawah penggunaan minyak sawit pada produk B-100. Skema co-processing dapat dilihat dalam gambar dibawah ini[1]
Produk yang dihasilkan selain green diesel adalah green propane yang dapat digunakan sebagai bahan baku LPG. Proses lain pembuatan green diesel adalah hydrotreating standalone. Proses ini murni menggunakan bahan baku minyak nabati dan menghasilkan variasi produk lebih banyak, seperti bahan bakar untuk pesawat dan green gasoline atau bensin hijau. Proses hydrotreating standalone lebih Panjang dari co-processing, skema proses standalone dapat dilihat pada gambar berikut. Uji coba pada tahun 2020 pertamina telah menggunakan proses standalone untuk menghasilkan green diesel. Direncanakan proses ini juga akan dilanjutkan dalam produksi green avtur.
Kedua proses ini menggunakan bahan baku yang sama yaitu minyak nabati, namun dalam kadar yang berbeda. Selain kedua proses tersebut, ada pula proses lain untuk produksi green diesel diantaranya yaitu melalui proses pirolisis, proses termokimia biomass to liquid (BTL), dan katalisis gula, pati, dan alkohol.
Kualitas produk dan Potensi Kedepan
Green diesel memiliki rantai hidrokarbon jenuh dengan rentang C15-18, mirip dengan rantai hidrokarbon minyak diesel dari fosil. Berbeda dengan produk B-100, dalam green diesel kandungan oksigen dan air sudah tidak ada. Green diesel tidak bermasalah dalam penyimpanan jangka panjang dan tidak mudah membeku pada suhu rendah. Angka setana green diesel berada di antara 70-90, berada diatas angka setana B-100 yaitu 50-65 dan diesel dari fosil yaitu 40.[2] Beberapa hal tersebut menjadikan green diesel memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan biodiesel.
Tidak hanya di Indonesia, beberapa negara lain telah mengembangkan green diesel, seperti Singapura, Belanda, USA, Italia, dan Finlandia dengan total kapasitas total lebih dari 4 juta ton/tahun. Namun, bahan baku yang digunakan tidak hanya berasal dari minyak nabati tetapi ada pula yang menggunakan minyak goreng bekas, lemak hewan, dan minyak nabati non-edible. Selain itu, pengembangan green diesel melalui co-processing minyak nabati dengan minyak diesel mentah juga dilakukan oleh Brazil, Swedia, dan Australia.
Potensi solusi dari ketergantungan bahan bakar fosil dari green diesel ini tentunya baik untuk dikembangkan. Selain menciptakan energi yang ramah lingkungan, juga dapat meningkatkan perekonomian Indonesia. Namun, tujuan tersebut harus disertai dengan kebijakan dan peta jalan transportasi. Peta jalan transportasi akan dapat membantu bagaimana perencanaan industri biofuel di Indonesia ke depannya. Hal ini berkaitan erat dengan adanya pengembangan kendaraan listrik, sehingga porsi sumber energi pada kendaraan rendah emisi menjadi saling melengkapi. Kedepannya solusi saat ini dapat terus dikembangkan serta dijadikan sebagai transisi energi menuju energi yang lebih bersih dan sehat.
[1] Douvartzides, Savvas & Charisiou, Nikolaos & Papageridis, Kyriakos & Goula, Maria. (2019). Green Diesel: Biomass Feedstocks, Production Technologies, Catalytic Research, Fuel Properties and Performance in Compression Ignition Internal Combustion Engines. Energies. 12. 10.3390/en12050809.
[2] Tom N Kalnes and Terry Marker UOP David R Shonnard and Ken P Koers Michigan Technological University, Green diesel production by hydrorefining renewable feedstocks