Kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas konsumsi yang berlebih pada energi dan alih fungsi lahan untuk sektor-sektor industri berbahan bakar fosil menyebabkan perubahan iklim. Dalam upaya menanggulangi dampak buruk perubahan iklim, aksi nyata harus dilakukan untuk memulihkan lingkungan dan ekosistem yang terdampak.
KOAKSI INDONESIA—Aksi iklim adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat menghadapi perubahan iklim. Inisiatif ini meliputi mitigasi dan adaptasi terhadap cuaca ekstrem sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim dan peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan untuk meminimalisasi konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim.
Menurut reportase yang dihimpun oleh Tempo, perubahan iklim diperkirakan merugikan Indonesia sebesar 0,66% hingga 3,45% dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2030. Masyarakat yang kurang mampu di negara ini akan menanggung dampak paling berat dari dampak perubahan iklim, terutama mereka yang tinggal di daerah rawan banjir, tanah longsor, dan kekeringan.
Baca Juga: Praktik Cerdas Aksi Perubahan Iklim di NTT
Istilah “aksi iklim” dapat berwujud mitigasi dan adaptasi. Mitigasi merupakan aktivitas untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, sedangkan adaptasi merupakan tindakan penyesuaian diri terhadap perubahan iklim.
Perluasan partisipasi publik melalui kolaborasi, inovasi, serta melibatkan banyak pihak seperti organisasi masyarakat sipil, akademisi, sektor swasta, media, dan masyarakat umum dapat menjadi jalan untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam penanganan perubahan iklim.
Keseriusan Pemerintah Menangani Perubahan Iklim
Komitmen Indonesia terhadap perubahan iklim di tingkat internasional tertuang dalam UU No. 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change, UU No. 17 Tahun 2004 tentang Ratifikasi Protokol Kyoto United Nations Framework Convention on Climate Change, dan UU No. 16 Tahun 2016 tentang Ratifikasi Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim.
Menurut laporan yang dihimpun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemerintah berkomitmen menurunkan gas rumah kaca sebesar 29% dengan bantuan pendanaan, transfer teknologi, dan peningkatan kapasitas (capacity building) dari dunia internasional. Percepatan transisi energi yang adil dan terjangkau dapat diandalkan dengan memanfaatkan potensi alam Indonesia yang besar.
Mengutip Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves), transisi energi bersih merupakan prioritas nasional pemerintah Indonesia. Implementasinya akan dijalankan dengan mekanisme pendanaan yang berkelanjutan. Melalui implementasi kesepakatan bersama Just Energy Transition Partnership (JETP), dukungan dana dari International Partners Group (IPG) dan Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) untuk implementasi transisi energi dan meningkatkan Taksonomi Hijau Indonesia menjadi target utama.
Aksi Iklim di Berbagai Sektor
- Kehutanan dan Lahan
Dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca di sektor kehutanan dan lahan serta mencapai pencapaian yang maksimal, KLHK mengajak seluruh lapisan masyarakat turut melaksanakan langkah-langkah ini secara terstruktur dan sistematis. Berdasarkan FOLU Net Sink 2030 Indonesia, sektor Forestry and Other Land Uses (FOLU) ditargetkan mencapai tingkat emisi hingga minus 140 Mt CO2e. Target tersebut terus ditingkatkan menjadi emisi negatif sebesar 304 Mt CO2e pada tahun 2050, yang merupakan kontribusi besar terhadap mitigasi perubahan iklim global.
- Pertanian
Pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dari lahan pertanian melalui penggunaan varietas rendah emisi serta teknologi pengelolaan air dan lahan. Teknologi mitigasi yang dapat diterapkan meliputi penyesuaian waktu tanam, penggunaan varietas unggul tahan kekeringan, rendaman, dan salinitas.
Inisiatif selanjutnya berupa penerapan smart agriculture, pengembangan kualitas dan daya saing sumber daya manusia lokal, serta menguatkan sistem intensifikasi padi (SRI).
- Limbah Rumah Tangga
Limbah rumah tangga yang menghasilkan gas metana meningkatkan emisi gas rumah kaca yang menyebabkan kerusakan lapisan ozon. Metana memiliki kemampuan lebih besar dalam memerangkap panas dibandingkan karbon dioksida. Cara paling efektif dan efisien dalam menangani sampah organik adalah mengolahnya menjadi kompos. Inisiatif ini dapat dilakukan di rumah atau melalui bank sampah.
Baca Juga: Memberdayakan Perempuan dalam Aksi Iklim, Menjaga Kehidupan Berkelanjutan
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, jika setiap orang di Indonesia bisa mengelola sampahnya sendiri dengan membuat kompos, setiap tahun tidak akan ada 10,92 ton sampah organik yang dibuang ke TPA (tempat pembuangan akhir) dan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 6,8 juta ton setara karbon dioksida.
Melalui partisipasi aktif semua pihak, target mencapai zero waste telah menggeser skema pengelolaan sampah ke hulu guna mengurangi beban TPA.
- Transportasi dan Energi
Dikutip dari IESR (Institute for Essential Services Reform), 23% sumber emisi berasal dari sektor transportasi. Sementara itu, dihimpun dari databooks sektor energi menyumbang 691,97 juta ton CO2 (emisi karbon) sepanjang tahun 2022. Memanfaatkan teknologi dan akses yang telah tersedia, penggunaan transportasi umum rendah emisi seperti kendaraan listrik Transjakarta dan MRT merupakan inisiatif untuk mengurangi emisi.
Pembiayaan Perubahan Iklim
Dikutip dari Kompas, seiring dengan bertambahnya program dan pendanaan iklim Indonesia, pemerintah pun meresponsnya dengan membentuk badan atau lembaga yang mengatur aliran pendanaan iklim. Untuk kepentingan Green Climate Fund (GCF), Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mewakili Kementerian Keuangan menjadi otoritas nasional (national designated authority). BKF bertanggung jawab merancang dan mengatur kebijakan fiskal yang berkaitan dengan pendanaan iklim. Untuk memenuhi kebutuhan pendanaan perubahan iklim, pemerintah juga melakukan pajak karbon.
Dilansir dari sumber yang sama, pajak karbon dikenakan pada emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Pada tahap pertama, pajak karbon dikenakan ke sektor pembangkit listrik tenaga uap batu bara mulai April 2022. Implementasinya direncanakan hingga 2024, kemudian menyasar ke sektor-sektor lain.
Kontribusi Organisasi Masyarakat Sipil
Dengan tujuan untuk mendorong akselerasi transisi energi yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan yang turut memengaruhi perubahan di sektor-sektor strategis pembangunan berkelanjutan lainnya, seperti transportasi, industri, hutan dan lahan, serta limbah, Koaksi Indonesia selalu melakukan advokasi kebijakan, kampanye publik, dan pengembangan kolaborasi strategis dengan berbagai mitra, seperti pembuat kebijakan, sektor swasta dan industri, lembaga riset, lembaga pendidikan/universitas dan akademisi, organisasi masyarakat sipil (civil society organizations/CSOs), komunitas (community-based organizations/CBOs), dan para penggerak muda, termasuk individual.